The buku sirah teragung muhammad Diaries

(Hadits ini disebutkan oleh Ibnu Sa’d: I/216) Kami telah memaparkan sebelumnya jawaban Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam kepada ‘Utbah bin Rabî’ah berupa keinginannya untuk menegosiasi beliau dengan gemerlap duniawi, serta apa yang dipahami dan diharapankan olehnya terkait dengan kemenangan yang akan dicapai oleh Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam. Demikian pula, tentang jawaban Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam terhadap delegasi terakhir yang mendatangi Abu Thalib. Ketika itu beliau secara terus terang meminta kepada mereka satu rangkaian kata saja yang apabila mereka memberikannya, maka semua bangsa Arab akan tunduk kepada mereka dan mereka dapat menguasai orang-orang asing. Khabbab bin al-Aratt berkata: “Aku mendatangi Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam saat beliau tidur dengan berbaring di atas burdahnya dan berteduh di bawah naungan Ka’bah. Kami juga saat itu telah mengalami penyiksaan berat dari kaum Musyrikun. Lantas aku berkata: ‘tidakkah engkau berdoa kepada Allah!’ (agar menolong para shahabat-purple). mendengar ucapan ini, beliau langsung duduk sedangkan raut wajahnya tampak memerah sembari berkata: ‘sungguh, orang-orang sebelum kalian pernah diseset dengan sesetan besi panas yang menusuk daging hingga mengenai tulang belulang dan urat. Akan tetapi hal itu semua tidak membuat mereka bergeming sedikitpun dari dien mereka. Sungguh

Selama periode terakhir ini terjadi peristiwa-peristiwa besar. Rasulullah dengan penuh percaya diri melaksanakan tugas dakwahnya sementara menerima ayat demi ayat, surah demi surah alQur'an. Beliau berdakwah dengan penuh bijaksana dan pengajaran yang baik. Sebaliknya penduduk Mekkah menghadapi semua itu dengan perlawanan, tindakan-tindakan kejahatan dan penuh ingkar.

Periode kedua, periode Darul Arqam dan berlangsung tiga tahun yang berakhir beberapa saat setelah Umar ibn Khattab memeluk Islam. Banyak yang beranggapan bahwa Umar memeluk Islam pada tahun ketiga kenabian, tapi penelitian yang tepat membuktikan hal itu terjadi pada tahun kelima, sedangkan yang memeluk Islam pada tahun ketiga adalah Hamzah ibn Abdul Mutthalib. Periode ketiga, kegiatan dakwah secara terang-terangan, berlangsung selama lima tahun, sejak keluar dari Darul Arqam sampai beliau hijrah ke dan dari Thaif, suatu periode yang penuh pergolakan dan pergelutan dengan Qureisy. Hijrah ke Thaif merupakan bukti bahwa beliau menaruh harapan lebih besar bagi pengembangan dan penyebaran dakwah di luar Qureisy. Periode keempat, dakwah di luar kota Mekkah; apakah dengan mengunjungi pemukimanpemukiman suku di sekitar Mekkah atau dengan menemui setiap pendatang ke kota Mekkah. Pada periode inilah terbuka jalur hijrah ke Madinah. Jumlah pengikut yang berhasil direkrut pada periode pertama terlalu sedikit untuk dicatat sebagai keberhasilan. Diantara mereka terdapat pemuka masyarakat seperti: Khadijah, Ali ibn Abi Thalib, Zaid ibn Haritsa dan Abu Bakar al-Shiddieq; terdapat pula golongan yang tidak mempunyai position sosial seperti Bilal, Khubab, Ammar ibn Yasir serta sejumlah orang-orang yang terpandang rendah di mata Qureisy. Mereka dihimpun oleh Rasulullah dan duduk sama-sama di suatu sudut Ka'bah mendengarkan ayat-ayat al-Qur'an, menerima penjelasan-penjelasan mengenai dasar-dasar iman dan membaca ayat-ayat secara bersamaan dengan suara keras. Orang-orang Qureisy merasa tidak senang dengan adanya orang-orang yang mereka pandang lemah dan rendah itu duduk sama posisi dengan orang-orang terpandang dan pemuka masyarakat.

Syaikh Mubarakfuri menjelaskan di awal bukunya bahwa dia bukanlah seorang apologis dan tidak akan mencoba membuat cerita itu cocok bagi mereka yang mungkin bingung atau tersinggung oleh aspek-aspek cerita Muhammad.

Lalu dia mengajak kami kepada Allah guna mentauhidkan dan menyembahNya serta agar kami tidak lagi menyembah batu dan berhala yang dulu disembah oleh nenek moyang kami. Beliau memerintahkan kami agar berlaku jujur dalam bicara, melaksanakan amanat, menyambung tali rahim, berbuat baik kepada tetangga dan menghindari pertumpahan darah. Dia melarang kami melakukan perbuatan yang keji, berbicara ngibul, memakan harta anak yatim serta menuduh wanita yang suci melakukan zina tanpa bukti. Beliau memerintahkan kami agar menyembah Allah semata, tidak menyekutukanNya dengan sesuatupun, memerintahkan kami agar melakukan shalat, membayar zakat, berpuasa, (….selanjutnya Ja'significantly menyebutkan hal-hal lainnya) … lalu kami membenarkan hal itu semua dan beriman kepadanya. Kami ikuti ajaran yang dibawanya dari Allah ; kami sembah Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, apa yang diharamkannya atas kami adalah haram menurut kami dan dan apa yang dihalalkannya adalah halal menurut kami. Lantaran itu, kaum kami malah memusuhi kami, menyiksa, merayu agar keluar dari agama yang memerintahkan kami beribadah kepada Allah, dan mengajak kami kembali menyembah berhala-berhala, menghalalkan kami melakukan perbuatan-perbuatan keji yang dahulu pernah kami lakukan. Nah, manakala mereka memaksa kami, menganiaya, mempersempit ruang gerak serta menghalangi agar kami tidak dapat melakukan ritual

Kaum mu'min semuanya bersatu melawan setiap usaha yang mengancam keamanan dan stabilitas dalam negeri; Umat secara keseluruhan bertanggung jawab dalam membantu meringankan beban penderitaan anggota masyarakat; yang dililit utang dan yang menderita sakit. Umat bertanggung jawab menebus setiap anggota masyarakat yang kebetulan tertawan oleh lawan. Setiap kelompok masyarakat bertanggung jawab atas ketentraman inner masingmasing dan atas keamanan Madinah serta keselamatannya dari segala macam ancaman.

Sayangnya, tidak ada penjelasan terkait yang diberikan untuk membantu seseorang memahami mengapa pilihannya tepat untuk waktu dan tempat, jadi non-Muslim, skeptis, dan lainnya yang tidak memiliki latar belakang pengetahuan yang memadai harus menjauhi buku ini.

wewenang atas Darun Nadwah, hijabah, panji, siqayah dan rifadah. Qushai termasuk orang yang tidak pernah mengingkari dan mencabut kembali apa yang telah terlanjur diucapkan dan diberikannya dan begitulah semua urusannya semasa hidup dan setelah matinya yang diyakininya dan selalu konsisten terhadapnya. Tatkala Qushai meninggal dunia, anak-anaknya dengan setia menjalankan wasiatnya dan tidak tampak perseteruan diantara mereka, akan tetapi ketika 'Abdu Manaf meninggal dunia, anak-anaknya bersaing keras dengan anak-anak paman mereka, 'Abdud Dar (saudara-saudara sepupu mereka) dalam memperebutkan wewenang tersebut. Akhirnya, suku Quraisy terpecah menjadi dua kelompok bahkan hampir saja terjadi perang saudara diantara mereka, untunglah hal itu mereka bawa ke meja perundingan. Hasilnya, wewenang atas siqayah dan rifadah diserahkan kepada anak-anak 'Abdu Manaf sedangkan Darun Nadwah, panji dan hijabah diserahkan kepada ana-anak 'Abdud Dar. Anak-anak 'Abdu Manaf kemudian memilih jalan undian untuk menentukan siapa diantara mereka yang memiliki kewenangan atas siqayah dan rifadah. Undian itu akhirnya jatuh ketangan Hasyim bin 'Abdu Manaf sehingga dialah yang berhak atas pengelolaan keduanya selama hidupnya. Dan ketika dia meninggal dunia, wewenang tersebut dipegang oleh adiknya, al-Muththolib bin 'Abdu Manaf yang diteruskan kemudian oleh more info 'Abdul Muththolib bin Hasyim bin 'Abdu Manaf, kakek Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam .

Sejenak kita kembali menemani perjalanan Rasulullah dan balatentaranya di saat melewati IrqizZabiya yang belum begitu jauh meninggalkan Madinah, di mana beliau ditemui oleh seorang badui yang membawa berita mengenai kafilah. Sebuah informasi yang sebenarnya tidak begitu berharga. Kemudian beliau melanjutkan perjalanan hingga tiba di Rouha pada malam Rabu pertengahan Ramadlan. Di sana beliau bermalam; dan pada pagi hari melanjutkan perjalanan melalui telaga Rouha yang banyak belokan. Mereka menamakan telaga tersebut dengan julukan telaga sagasig, mirip dengan kata zigzag dalam bahasa Eropa. Segera setelah melewati telaga dan semakin mendekati Badr, beliau menganjurkan kepada para sahabat untuk membatalkan puasa karena melihat ada kemungkinan perang, namun kaum muslim masih tetap melanjutkan puasa. Ketika tiba di lereng bukit beliau memilih tempat perkemahan pasukan dan mengajak sahabatnya berunding dan musyawarah untuk menentukan keputusan akhir. Di sini kita menyaksikan suatu pemandangan yang kurang menarik perhatian para penulis klasik akan makna dan kandungannya yang amat penting. Sewaktu pasukan berangkat dari Madinah, tujuan yang tertanam dalam benak mereka adalah mencegat dan menyerang kafilah. Ini berarti bahwa kemungkinan akan adanya perang jauh dari perhitungan mereka. Kemungkinan tersebut semakin nampak sehingga Rasulullah merasa perlu merundingkan situasi baru tersebut bersama para sahabat. Sekiranya bukan Muhammad pasti secara apriori sudah beranggapan bahwa para pengikut harus tunduk dan patuh melaksanakan kemauan pemimpinnya untuk bertempur. Tapi Rasulullah adalah demokrat sejati yang menghormati konstitusi. Beliau sangat memperhatikan perlunya memaparkan persoalan di hadapan jamaah untuk mereka diskusikan kemudian menyatakan pendapat masing-masing secara jelas, karena kepemimpinan adalah tanggung jawab besar dan jamaahlah yang selayaknya menentukan keputusan.

Buku ini ditulis agar kepribadian dan perjalanan hidup Rasulullah bisa dipelajari melalu riwayat-riwayat yang shahih, yang terhindar dari segala penyimpangan dan pengaburan sejarah, sehingga gambaran tentang beliau dan perjalanan hidupnya bersih dari kekeliruan.

Berikut penulis berikan contoh betapa besar nilai pendekatan historis dalam memperkaya materi sejarah dan manfaat yang diperoleh dari uraian sejarah Nabi. Pada umumnya kita sudah membaca Sirah versi Ibnu Hisyam dan para muridnya mulai dari al-Suheily dengan al-raudlul anif-nya, sampai kepada Sirah versi Ibnu Katsier, seorang ahli hadis dan sejarawan klasik terkenal. Karya-karya tersebut cukup berfaedah4 terutama karena orientasi linguistik al-Suheily menjelaskan makna kosa kata, sekalipun beliau menulis Sirah dengan penuh perasaan. Tulisannya banyak memuat uraian yang irrasionil. Sementara Ibnu Katsier dengan orientasi fiqhnya mengutip hadis-hadis dari Sirah yang berupaya mengangkat suatu hukum atau menjelaskan filsafat hukum Islam.

menganggap kegiatan militer bersifat reaksionil padahal seluruh aktifitas Rasulullah bersifat proaktif, berencana dan dicanangkan dengan penuh perhitungan. Oleh karena itu formulasi Sirah yang kami usulkan berupaya merumuskan keseluruhan kegiatan dan kebijakan Rasulullah dalam satu rangkaian garis pertalian antara satu kegiatan dengan kegiatan lainnya, atau satu kebijakan dengan kebijakan lainnya, ibarat episode-episode cerita yang runtut. Setiap episode mencerminkan kebijakan yang ditempuh untuk mencapai concentrate on tertentu. Sebenarnya, seluruh kegiatan militer berhubungan erat dengan serangkaian surat-surat Rasulullah yang dikirimkan kepada para pemimpin negeri atau kepala suku; baik di dalam semenanjung Arab maupun di luarnya. Rasulullah mengajak mereka memeluk Islam dengan janji akan tetap mengakui dan menjamin hak-hak atas tanah dan negeri bagi mereka. Atau menawarkan perjanjian damai apabila mereka masih senang menganut agama mereka sendiri. Hal ini tetap berlaku hingga mereka memeluk Islam. Sementara itu delegasi-delegasi yang datang ke Madinah juga berhubungan erat dengan kegiatan militer; apakah dengan tujuan memeluk Islam atau memenuhi tawaran perjanjian damai atau pun meminta bantuan militer. Jika tujuan memeluk Islam sebagai kepentingan agama maka bergabungnya mereka ke dalam masyarakat Islam merupakan kepentingan politik, karena dengan kedatangannya ke Madinah, mereka yakin bahwa Rasulullah cukup setia menepati janji seperti yang tertulis dalam suratsuratnya, terutama mengenai jaminan hak dan ketentraman negeri atau suku mereka. Meneliti surat-surat Rasulullah dan delegasi-delegasi tersebut di samping kegiatan militer akan memberikan kejelasan betapa Rasulullah memiliki sifat kepemimpinan yang agung dan cara kerja yang amat sistimatik dalam menyiapkan dan membina suatu bangunan umat yang kokoh.

Jadi, hanya ada dua pilihan; ke surga yang penuh dengan kesenangan atau ke neraka Jahim yang penuh dengan azab yang abadi. Mereka menjalani kehidupan mereka antara rasa takut dan pengharapan; mengharapkan rahmat Rabb mereka dan takut akan siksa-Nya. Mereka adalah sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta’ala: ”Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut”. (Q,.s. al-Mukminûn: sixty). Mereka mengetahui bahwa dunia dengan kesengsaraan dan kesenangan yang ada di dalamnya tidak akan bisa menyamai sepasang sayap nyamuk (tidak ada apa-apanya-crimson) bila dibandingkan dengan kehidupan di Akhirat. Pengetahuan mereka yang kuat tentang hal inilah yang meringankan mereka di dalam menghadapi kepayahan, kesulitan dan kepahitan yang ada di dunia sehingga mereka tidak menyibukkan diri untuk mengoleksinya sebanyak mungkin bahkan terbetik di hati merekapun tidak.

Bayaran balik hanya boleh dituntut sebelum proses penghantaran berlaku. Sila hubungi khidmat pelanggan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *